Minggu, 15 Juni 2008

Kalau Sudah Besar, Mau Jadi Apa?


Kalau pertanyaan ini ditujukan ke saya saat ini, jawabannya pasti "saya mau jadi kudanil" secara sekarang saya sudah cukup besar dan lebar (kulkas 3 pintu ditumpuk mesin cuci diatasnya). Lebih tepat bila ditanyakan "Apa cita-citamu?". Pertanyaan tentang cita-cita selalu muncul kalau saya membawa kedua bocah cilik saya ke acara keluarga seperti hari Minggu kemarin. Salah seorang sepupu menikah dan sudah pasti sebagian besar dari keluarga besar tumplek blek di acara tersebut lengkap dengan anak-anaknya. ketika tiba acara kumpul-kumpul ngobrol, muncullah pertanyaan tersebut. Dimulai dari salah seorang kerabat yang merasa gadis ciliknya adalah yang tercantik, terpintar dan paling berbakat (hari itu si kecil mengenakan gaun siffon transparan dengan potongan dada rendah, anting besar gemerincing, kalung, make up, dan sandal bertumit 3 cm). Dengan bangganya si ibu menyombongkan bahwa nantinya si kecil akan menjadi incaran banyak pria (arrrggghhhh...gubrak! masih kelas 2 esde bo...) dan dia akan segera punya mantu (sambil melirik jahat ke arah ipar saya yang belum menikah). Tak lupa ia menambahkan "sedikit" bumbu cacian kepada si kecil saya yang tinggi dan ramping dengan sebutan "ih, kurus kali anakmu, jadi tua mukanya" (si kecil saya pakai babydoll dan legging yang tentu saja membuat kakinya kelihatan kurus). Helllooowww....yang kelihatan tua itu anak siapa seh??? Anak kelas 2 esde yang berdandan seperti tante-tante itu atau anak saya yang biasa saja? Ahhhh...what the hell!

Maka ketika pertanyaan itu diajukan ke anak saya, spontan si kecil menjawab "Kakak mau jadi penulis dan pelukis". Sebagian ibu-ibu memandang aneh sementara yang lain mencibir. What's wrong with my girl? Jadi penulis itu bagus, JK Rowling jadi kaya dan terkenal karena novel Harry Potter-nya yang laris manis, karya-karya Picasso adalah barang berharga yang disimpan di museum dan menjadi incaran kolektor lukisan. So?

Seorang ibu memeluk gadis kecilnya dan mengatakan "Kamu nanti kalau sudah besar jadi dokter ya nak..." Saya cuma senyum-senyum, secara sekarang lebih mudah cari dokter daripada cari pembantu (maaf untuk para dokter, bukan bermaksud menghina, saya masih butuh dokter kok...). Untung saja mereka tidak bertanya pada pemuda kecil saya yang kemana-mana selalu bawa mainan 'alat-alat berat' seperti truk, kontainer, pengeruk tanah atau mobil derek yang berukuran besar karena jawabannya adalah "Adek mau jadi supir kontainer!" Pasti mereka langsung mukul-mukul kepala pakai palu kalau dengar ini...hahahaha...

Bagi saya, cita-cita apapun selama baik, ya oke-oke saja...namanya juga anak kecil. Saya sendiri sampai es em pe belum punya cita-cita. Waktu es em a kepingin jadi ahli biologi dan sekarang saya justru terdampar di sebuah perusahaan telekomunikasi. Saya cuma tidak ingin kedua bocah kecil saya merasa tertekan karena ambisi orang tuanya. Saya tidak malu mengatakan anak saya tidak mendapat ranking di sekolah, asal paham akan konsep pelajaran yang diberikan dan tidak terlalu jelek prestasinya, bagi saya sudah cukup. Toh, apa yang saya dapat dari sekolah dulu paling hanya 20% yang masih saya gunakan di kehidupan nyata, hanya bahasa dan matematika. yang lain? Saya amnesia untuk mengingat pelajaran PMP, PSPB, IPS de el el (bukan bermaksud mengatakan bahwa itu semua tidak perlu). Yang penting anak-anak hepi, tidak merasa sekolah sebagai suatu paksaan, tidak terbebani ancaman 'awas kalau tidak juara kelas' atau 'jangan bikin malu orang tua' yang justru membuatnya tidak bahagia.

Bekla...kembali ke cita-cita tadi. Ada semboyan "gantungkanlah cita-citamu setinggi langit". Artinya sah-sah saja bercita-cita menjadi yang terbaik. Bagaimana kita bisa mewujudkan cita-cita tersebut adalah hal yang jadi perhatian utama. Apakah cita-cita tersebut sesuai dengan kemampuan? Bila tidak, apa upaya untuk meningkatkannya? Apakah orang tua, sekolah dan lingkungan cukup kondusif untuk mewujudkannya? Bila tidak, apa yang harus dilakukan? Saya jadi ingat acara DemoCrazy di Metro tadi malam, Kelik yang berperan sebagai Wapres memakai jas yang masih ada hanger-nya...yang dihubungkan dengan menggantungkan cita-cita...hahaha...

Kamis, 12 Juni 2008

Email Ga Penting di Kantor


Saya sering banged terima email-email ga penting yang kemudian dibalas ke semua (reply to all maksudnya). Misalnya email yang isinya cerita-cerita basi, gosip artis lokal sampe india atau cuma pemberitahuan dari salah satu fungsi yang memberitahukan bahwasanya mereka...ih kok susah bahasanya....maksudnya orang-orang/fungsi yang selalu sesumbar ke all user setelah melakukan suatu kegiatan, terus di-reply to all sama orang-orang ga penting yang suka numpang beken. Yang bikin sebel bukan hanya si email itu sendiri, tapi pengiringnya berupa reply-reply ga penting yang isinya cuma "biar dikenal - dikira care - penuh perhatian - padahal kerjanya cuma browsing situs porno ato cari tiket murah" yang di-send to all user...ih...benci kali awak nengoknya, langsung delete permanen lah....menuh-menuhin bandwidth ajah! kadang juga saya dapat kiriman email porno, kalau yang bagus biasanya disimpan, tapi kalau jelek didelete (hehehe...muka mesum hati setan!).

Mengenai email-email ga penting tadi, saya punya beberapa saran yang mungkin bisa diterapkan agar mailbox anda bersih, rapi, tertata dan menyenangkan.
  • Jangan pernah memberikan alamat email kantor ke teman-teman yang tidak sekantor dan tidak punya hubungan kerja, beri mereka alamat email alternatif anda, misalnya yahoo atau gmail. Hal ini untuk menghindari penuhnya mailbox anda dari email yang tidak terkait pekerjaan sehingga mailbox tidak lagi bisa menerima email masuk.
  • Hindari mengirim alamat email kantor anda ke milist-milist yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.
  • Segera delete email masuk yang dianggap tidak penting.
  • Selalu cek kapasitas mailbox agar tidak overload.
  • Sebulan sekali, bersihkan mailbox anda. Gunakan kategori yang tercantum diatas (From, Subject, Receive, Size, Flag) untuk mempermudah pengelompokan. Delete-lah email-email yang sudah expired (misalnya peraturan yang sudah lebih dari 1 tahun dan tidak berlaku lagi), simpanlah attachment atau informasi penting ke dalam document dan delete dari mail box bila size-nya terlalu besar.
  • Jangan me-reply to all bila ingin ikut-ikutan mengucapkan selamat atau mengomentari sesuatu, cukup kirim ke orang-orang yang terkait kecuali yang diminta adalah masukan/ide yang sengaja digulingkan ke forum.
  • Hindari berbalas email yang ga penting, kecuali setelahnya anda rela meluangkan waktu untuk mendelete subject ga penting itu dari mailbox.
Bekla...(maksudnya : baiklah), sekian dulu dari saya, semoga bermanfaat.

Senin, 09 Juni 2008

Mabuk Batik


Ini blog saya yang baru lagi, setelah blog-blog sebelumnya (saya memang hobi ngotor-ngotorin jagad web dengan berbagai blog yg ga mutu) diblokir alias tidak bisa diakses dari warnet gratis...maksudnya kantor saya.

Di posting-an pertama ini, saya mau menceritakan tentang kegilaan saya akan jenis kain berjudul batik yang sekarang lagi in dimodifikasi jadi berbagai bentuk busana cantik dan modis. Sebetulnya saya bukan ikut-ikutan trend pakai batik, tapi memang dari dulu saya penggemar batik, sebagai baju hari Jumat, kain pasangan kebaya, gendongan baby, especially daster.

Kegilaan saya mencapai puncaknya ketika blus-blus batik modis itu terpajang rapi berderet-deret di gantungan baju sebuah mall. Dan dari sekian banyak blus dalam berbagai model, corak dan ukuran, tidak ada satupun yang sama! My God, I really love them! Harganya murah lagi, antara 50 - 120 ribu. Akhirnya, setelah pilih-pilih dan coba sana sini, beberapa potong masuk ke kantong belanja dan tergeseklah lempengan plastik berlogo sebuah bank atas nama "ngutang dulu" di kasir. Oh...ah...oh...ah...lalalala...*hepi mode on*

Pria bergelar "suami" di rumah tentu saja tidak tau hal ini, bisa kena pandangan aneh dan 'kritik membangun' kalau dia tau istrinya memborong baju batik secara di rumah saya adalah penganjur hidup hemat dalam rangka krisis karena BBM naik. Untuk memakainya tentu saja perlu siasat, setiap Jumat dan setiap ada undangan pesta, akan keluar satu baju baru. Dan sekarang persediaan baju baru yang belum terlihat suami tinggal 1 potong lagi. Berhubung besok ada acara temu direksi di kantor, secara tidak ada dress code seragam yang harus digunakan, maka di benak saya sudah terbayang blus cantik berpotongan baby doll untuk dikenakan besok.

Buat yang pengen mengikuti jejak saya (halah!), berikut beberapa tips memilih baju batik tanpa kesan daster atau mbok-mbok untuk ke kantor :
  • Pilih batik bercorak klasik, misalnya parang rusak (gambarnya miring, padat, tidak terlalu rame warnanya). Jika menyukai corak floral (bunga, sulur dll) atau fauna (burung, kupu-kupu dll), hindari warna-warna terang yang mencolok, karena akan terkesan seperti daster.
  • Saat ini banyak corak modern yang bisa dipilih, misalnya yang seperti pacthwork (perca) yaitu kain batik yg digambari beraneka motif batik berlainan. Pilihlah yang warna dan coraknya senada, misalnya corak floral berbentuk bunga-bunga kecil dengan corak sulur.
  • Lihat kualitas kain dan jahitan untuk baju yang sudah jadi. Pilih katun yang lembut, tidak tegang dan teksturnya halus (bahan tidak berbulu), sehingga warna tidak mudah pudar dan nyaman dikenakan.
  • Pilih model yang simple dan chic, bisa model klasik (berkerah, kancing depan) atau baby doll bagi suka yang longgar. Untuk blus longgar, hindari panjang blus yang mencapai lutut bila dipadukan dengan pants atau jeans.
  • Bila ingin memakai setelan batik (seperti pramugari Garuda), hindari model yang longgar, usahakan pas di badan dengan panjang blus sebatas pinggul. Hindari setelan blus dan celana panjang batik, pakailah rok (mini, midi atau panjang) bermodel span atau A.
  • Jika suka dress, pilih yang berwarna gelap atau sogan dan beri ban pinggang. Dress longgar tanpa pinggang akan sangat daster.
  • Hindari manik, kancing norak atau bodir yang rame pada baju batik, karena batiknya sendiri sudah cukup rame.
  • Buat yang berjilbab, padukan batik untuk gamis dengan kain polos atau jadikan batik sebagai pemanis saja (di dada, ujung lengan, ujung gamis) dengan jilbab senada yang dipasang rapi (bukan bergo).
Demikianlah sodara-sodara, semoga berguna dan saya tidak menjadi satu-satunya orang Jawa yang "tidak lahir di Jawa-tidak bisa bahasa Jawa-tidak pernah tinggal di Jawa" yang masih tetap mencintai batik (meski tak mampu beli yang mahal).

Hidup Batik!