Kamis, 31 Juli 2008

SO7 Bikin Album Baru


Setelah penantian lama, akhirnya band kesayangan saya (my fave band kalo menurut istilah anak abegeh) Sheila On 7 (SO7) mengeluarkan album baru berjudul "Menentukan Arah" yang akan rilis setelah lebaran. Wuih...akhirnya...biar kata udah emak-emak gini, saya masih saja demen sama Eros cs. Sukses buat SO7!

Berita terkait

Minggu, 27 Juli 2008

Ikut Seminar


Karena perusahaan saya baik hati, kemaren saya dikasih tiket gratis seminar James Gwee. Materinya ga jauh beda dengan yg biasa beliau bahas di seminar-seminarnya yang lain ataupun di Smart FM. Beliau ini orang Singapore, tapi bahasa Indonesianya lancar sekali tanpa ada logat melayu. Wajahnya sekilas mirip Andy Lau (hus...hus...jangan dikomentari!)...iya saya memang suka tertarik lihat pria tampan seperti dia (itu tandanya saya sehat dan hormon saya masih bekerja dengan baik). Sebenarnya point yang mau saya bicarakan bukan dirinya yang tampan, tapi adalah daya jualnya. Bayangin aja, ini seminar ter-rame yang pernah saya ikuti (500 orang lebih cing!) dengan biaya hampir 400 ribu (lumayan kan?) dan 95% peserta bertahan sampai akhir. Kekuatan nafas dan kestabilan suara bisa dilatih lewat pengalaman, yang menarik justru gaya bicara, humor dan celetukan dalam bahasa hokkien serta penampilan fisiknya yang fit dan segar. Dari beberapa seminar yang saya ikuti (gratis alias biaya kantor), baru kali ini saya lihat pembicara mendapat atensi dari audiences yang tertib menyimak tanpa membuat seminar sendiri atau keluar masuk ruangan, serta tanpa rasa kantuk meski harus duduk manis dari pagi sampai sore.

Sekali waktu saya menghadiri seminar dengan materi menarik tapi disampaikan oleh pembicara yang sangat kental logat bahasa daerahnya plus penampilan yang sangat kacau. Saya bukan ahli fesyen, tapi t-shirt putih bersablon + pants kelabu + jas hitam yang kebesaran + warna sepatu dan tali pinggang yang ga match (coklat bo!) jelas merusak mata. Ditambah lagi (maaf, saya main fisik) wajah si pembicara yang berantakan...OMG! rasanya saya pengen kabur dari ruang seminar itu.

Lain waktu saya mendapat materi yang tidak menarik, dengan pembicara yang sangat simpatik (bukan simpanse pake batik!) plus setelan rapi berwarna gelap dengan kemeja, dasi dan asesoris lain yang serasi. Nada suara, jokes dan atensinya ke audiences juga sangat baik. Jadi meski ngantuk dan bosan, saya bisa bertahan disana.

Ada lagi pembicara seorang wanita yang cukup terkenal di tanah air tercinta ini. Usianya sudah sangat matang, penampilan dan caranya membawakan seminar sungguh membuat saya tak ingin berkedip meski materinya biasa-biasa saja. Beliau elegan, berkelas, well educated serta murah senyum.

Pernah seorang wanita terkenal lain memberikan materi menarik tapi dengan penampilan yang...ah sudahlah! I wish I were her daughter, jadi saya bisa setidaknya memperbaiki penampilan si ibu baik hati ini.

Jadi kesimpulan dari tulisan iseng saya hari ini adalah jika anda seorang pembicara meski hanya sekedar presentasi di depan rekan-rekan kerja, ingatlah hal-hal berikut :
  • Tidak peduli bagaimanapun tampilan fisik anda (itu sudah anugrah Ilahi), kenakanlah pakaian yang pantas, sopan, dengan warna yang tidak mencolok, asesoris sederhana, misalnya jangan pernah pakai kacamata minus segede sunglass Victoria Beckam atau jepit dasi/bros yang bling-bling bikin orang silau
  • Berdandanlah dengan rapi dan tidak terlalu tebal, untuk pria, potonglah rambut anda dengan model pendek konvensional dan sisir dengan rapi (bila perlu pakai gel/minyak rambut).
  • Pakailah sepatu yang pantas dan bersih, semir sampai kilat , jangan ada sisa kotoran menempel di tapak sepatu (jangan lupa buka sticker harga bila masih baru) dan harus bertumit minimal 3 cm untuk wanita. Kenakan kaus kaki yang mendekati warna celana panjang atau stocking untuk wanita (tanpa lubang atau benang tertarik).
  • Jangan pernah lupa untuk TERSENYUM dan MEMBERI SALAM sebelum memulai.
  • Berlatihlah untuk mengatur nafas, intonasi suara, kecepatan berbicara, pilihan kata dan kalimat serta grammar dan spelling yang benar bila ingin berbahasa Inggris.
  • Pelajari dengan baik materi yang akan disampaikan.
  • Siapkan ice breaker, jokes atau kegiatan yang bisa membuat orang bosan jadi segar kembali.
  • Berlatihlah untuk menyimak, bersabar dan konsentrasi bila menghadapi pertanyaan dari audiences dan jawablah dengan jelas dan sopan.
  • Jangan pernah terbawa emosi atau malah berdebat dengan audiences.
  • Jika anda punya penyakit latah, segeralah konsultasi ke ahlinya! Jangan sampai "kata-kata mutiara" keluar tanpa sengaja di tengah anda berbicara.
  • Berdirilah dengan tegak, jika kurang tinggi, pakailah sepatu bertumit agak tinggi. Karena postur tegak menunjukkan bahwa anda siap dan percaya diri.
Demikian, semoga keisengan saya ada manfaatnya...

Rabu, 23 Juli 2008

Partitur Kiss The Rain - Yiruma

Mudah-mudahan cukup besar dan jelas untuk di-print...

Selasa, 15 Juli 2008

Why?


Tadinya saya mau buat judul tulisan ini "kenapa?" tapi karena otak saya langsung berputar dan mulut saya bersenandung lagu dangdut...kenapa eh kenapa... jadi judulnya diganti dengan yang "agak berkelas" (terserah mo kelas berapa).

Gini ya...sebagian dari kita, apalagi orang-orang tua, pasti bangga kalau punya anak/mantu/sodara dll yang berprofesi sebagai dokter, apalagi dokter terkenal (terkenal mahal, terkenal manjur, terkenal galak dll). Teman- teman sekolah saya juga banyak yang sekarang sudah jadi dokter. Saya juga punya beberapa dokter yang jadi langganan keluarga. Umumnya adalah dokter spesialis yang sudah berumur dan punya nama di kota ini. Dokter adalah profesi yang tugasnya mengabdi pada masyarakat, siap membantu bila dibutuhkan dan yang pasti harus pintar karena pekerjaan yang dijalani terkait dengan nyawa manusia. Tapi belakangan ini, saya perhatikan sebagian dokter-dokter baru tidak lagi punya kompetensi yang cukup untuk menjalani profesinya. Hanya karena sedikit lebih pintar dari teman-teman sekelas dan kemampuan ortu untuk membiayai, maka jadilah mereka dokter. Soal pengetahuan tentang analisa gejala dan penyakit bahkan sering meleset. Segala penyakit selalu harus berakhir dengan antibiotik dan vitamin. Padahal tidak semua penyakit disebabkan oleh kuman, virus, bakteri dll yang memang harus dibasmi dengan antibiotik (ih...jadi sok paten kali kata-katanya).

Sebetulnya saya tidak begitu peduli dengan hal-hal yang terkait pengetahuan mereka, tapi lebih pada attitude-nya, sikapnya. Sebagian (tidak semua) dari dokter-dokter muda itu tidak mau ditempatkan di daerah terpencil, berusaha agar penempatan mereka selalu dekat dengan ortu atau kota tempat tinggalnya, yang pastinya bukan daerah terpencil. Sepertinya misi untuk mengabdi ke masyarakat tertutup dengan keinginan untuk "cepat balik modal" alias cepat kaya. Ditambah lagi dengan tingkah mereka yang terkesan arogan dan paling pintar sendiri, bahkan ada yang pantang dipanggil dengan namanya saja tanpa menambahi embel-embel dokter atau dok (bukan dog) dalam penyebutannya. Saya salut dengan dokter bersahaja yang tinggal di pedalaman Kalimantan ini.

Karena itu timbul pertanyaan "kenapa" dalam benak saya. Kenapa mereka yang harusnya berhati mulia, mengabdi pada masyarakat, menjadi contoh teladan yang baik bagi lingkungannya, justru menjadi si arogan yang materialistis dan membedakan pelayanan terhadap pasien kaya di rumah sakit terkenal dengan pasien Askes di rumah sakit pemerintah? Kenapa pula banyak masyarakat kita yang lebih percaya dokter negara tetangga daripada dokter negeri sendiri? (yang saya yakin sangat banyak bila dihitung dari plank putih berisi nama dan alamat praktek di setiap sudut jalan)

Saya cuma berharap bahwa ilmu yang mereka dapat di bangku kuliah bisa benar-benar diserap dan diterapkan sesuai dengan misi mulia mereka menjadi pengabdi bagi masyarakat, sehingga cerita malpraktek, salah obat, salah diagnosa, cacat dan kematian karena kelalaian dokter tidak lagi merebak di negeri tercinta ini. Saya tau bahwa mereka juga manusia yang tidak luput dari kesalahan, tapi bukankah manusia diberi akal untuk selalu berpikir dan memperbaiki diri?